Iklan

terkini

Hukum dan Cita - Cita Keadilan Masyarakat dalam Perspektif Sosiologi Hukum

Lpbhnu Situbondo
, 5/30/2023 WIB Last Updated 2023-05-30T04:29:11Z
Hukum dan Cita - Cita Keadilan Masyarakat dalam Perspektif Sosiologi Hukum


*Penulis: Erfan Faris Supriadi, S.H


ARTIKEL (Lpbhnusitubondo.com) Menurut Prof, Dr. Satjipto Rahardjo Hukum merupakan subuah perangkat yang memiliki fungsi bukan hanya untuk mengatur serta mengendalikan masyarakat akan tetapi hukum juga berfungsi sebagai sarana melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Dalam perspektif yang dikemukakan oleh begawan hukum tersebut, bisa dikatakan bahwa hukum harus mampu menciptakan masyarakat yang teratur (social order), sejahtera dan berkeadilan atau masyarakat yang Baldatun Toyyibatun wa rabbun ghafur, dengan kata lain tidak ada masyarakat tanpa hukum (ubi societas ibi ius), begitulah yang dikatakan filusuf Romawi abad 1 SM, Marcus Tullius Cicero.

 

Jika kita terjun dalam kenyataan kehidupan sehari-hari maka kita dapat benar-benar menyaksikan bahwa bekerjanya hukum itu memang tidak dapat dilepaskan dari peran serta penguasa atau pemerintah sebagai mesin pendorong sehingga hukum akan efektif menjalankan fungsinya, hal  ini senada dengan pernyataan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan. Selain faktor kekuasaan, masayarakat harus memiliki pengetahuan atau cerdas hukum dan kesadaran untuk mematuhi hukum sehingga akan tercipta masyarakat yang ideal.

 

Sebagai negara hukum (rechtstaat), Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada persoalan hukum dan keadilan masyarakat yang sangat serius. Hukum dan keadilan masyarakat seolah seperti dua kutub yang saling berpisah. Kondisi ini tentu saja berseberangan dengan dasar filosofi dari hukum itu sendiri, dimana hukum dilahirkan tidak sekedar untuk membuat tertib sosial (social order), tetapi lebih dari itu, bagaimana hukum yang dilahirkan dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

 

Keadilan hukum bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin di Negeri ini masih dibilang barang yang sangat mahal. Keadilan hukum hanya dimiliki dan dapat diakses dengan mudah oleh orang-orang yang memiliki kekuatan, akses politik dan ekonomis saja. Sementara, masyarakat lemah atau miskin sangat sulit untuk mendapat akses keadilan hukum, bahkan mereka kerapkali menjadi korban penegakan hukum yang tidak adil. Fenomena ketidakadilan hukum ini terus terjadi dalam praktik hukum di Negeri ini. Munculnya berbagai aksi protes terhadap aparat penegak hukum di berbagai daerah, menunjukkan sistim dan praktik hukum kita sedang bermasalah. Supremasi dan keadilan hukum yang menjadi dambaan masyarakat kecil tidak pernah terwujud dalam realitas riilnya, hal ini diperkuat dengan fakta jaman sekarang dengan adanya adagium No Viral No Justice. Kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement) semakin memburuk.

 

Roscoe Pound adalah salah satu pemikir hukum dunia yang nama dan pemikirannya selalu diperbincangkan, berpendapat bahwa masalah keadilan bukan semata-mata persoalan yuridis saja akan tetapi juga  masalah sosial. Keadilan tercapai jika aturan hukum positif mampu mengakomodir segala keresahan dan harapan serta cita-cita masyarakat. Berbicara tentang konsep keadilan memang tidak mudah diwujudkan karna keadilan bersifat individual dan subjektif, adil menurut seseorang belum tentu adil menurut yang lainnya.

 

KEADILAN YANG TERSANDERA

 

Hasil jejak pendapat yang diselenggarakan litbang kompas.com pada 25 Januari – 4 Februari 2023 menunjukkan bahwa kepuasan publik terhadap kinerja Pemerintah di sektor penegakan hukum masih 55,1 persen. Tinggkat kepuasan ini mengalami penurunan dibandingkan dengan angka kepuasan yang dicapai pada Januari 2022 yakni di angka 65,9 persen. Data dan fakta ini semakin menunjukkan bahwa sistim dan praktek penegakan hukum kita sedang menghadapi masalah serius yang kemudian berakibat pada rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap insitusi penegak hukum. Gambaran inilah yang disebut oleh Prof. Satjipto Rahardjo sebagai bentuk krisis sosial yang menimpa aparat penegak hukum kita.

 

Secara konsitusional, sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 1945 pasal 28D “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Dasar konstitusional ini sangat jelas bahwa setiap warga negara memiliki hak dan perlakuan yang sama di muka hukum. Tidak ada diskriminasi dalam proses penegakan hukum, APH memiliki kewajiban dalam memberikan keadilan hukum yang tidak diskriminatif. Baik untuk orang besar atau berkuasa maupun orang kecil yang tak memiliki akses politik, kekuasaan dan ekonomi.

 

Hak yang sama di depan hukum juga di tegaskan dalam UU HAM no 39 tahun 1999 pasal 3 yang berbunyi : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Pendek kata, keadilan hukum adalah sesuatu yang final dan mengikat yang di jamin oleh Negara. Seorang ahli sosiologi hukum dari Universitas Muhammadiyah Surabaya_ Umar Sholahuddin, mengatakan Hak untuk mendapatan keadilan hukum sama derajatnya dengan hak masyarakat untuk mendapatkan keadilan sosial, politik dan ekonomi. Namun dalam prakteknya, masyarakat miskin masih sulit untuk mendapatkan akses terhadap keadilan hukum.


Aturan normatif tersebut tidak seindah praktik di lapangan. Proses penegakan hukum yang seharusnya mampu melahirkan keadilan hukum justru melahirkan ketidak adilan hukum. Kelompok masyatakat yang rentan dan sering menjadi korban ketidakadilan hukum ini adalah masyarakat yang masuk katagori lemah dan miskin.


BANYAK JALAN MENUJU ROMA - Justice in many room

Disaat penyelesaian dengan menggunakan hukum positif tidak memberikan hasil yang saling memuaskan, penyelesaian sosiologis menjadi alternatif yang dapat mewujudkan rasa keadilan bagi masyarakat. Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa konflik sosial yang terjadi di masyarakat dalam berbagai bentuk dan manifestasinya tidak cukup diselesaikan dengan menggunakan pendekatan hukum positif (yuridis-normatif) namun perlu dipertimbangkan menggunakan pendekatan hukum sosiologis atau kebiasaan masyarakat. Pendekatan sosiologis jauh lebih memberikan solusi yang berkeadilan karena mengedepankan musyawarah dimana musyawarah merupakan konsep penyelesaian hukum sosial paling utama sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila sebagai norma dasar (grundnorm) khususnya sila ke empat.

 

Marc Galanter berpendapat  bahwa keadilan bagi masyarakat yang didapat melalui proses musyawarah, mediasi maupun negosiasi, lebih dapat memulihkan kembali kehidupan sosial masyarakat pada kondisi yang damai, seimbang, harmonis, tertib sosial sehingga rasa kekeluargaan tetap terjaga. Dalam perspektif sosiologi hukum, hukum positif bukan satu-satunya aturan yang memonopoli perilaku seseorang. Justru hukum rakyat atau hukum sosiologi dalam banyak kontek memperlihatkan efektifitasnya sebagai acuan berprilaku dan pengendali sisoal dalam masyarakat.

 

KONKLUSI

 

Di tengah dekadensi praktek hukum di Negara indonesia yang mewujud dalam berbagai realitas ketidakadilan hukum terutama yang menimpa kelompok masyarakat lemah atau miskin, sudah saatnya kita tidak sekedar memahami dan menerapkan hukum secara legalistik-positivistic yakni cara hukum yang hanya berbasis pada hukum tertulis saja, tetapi perlu melakukan terobosan hukum yang dalam istilah Prof, Satjipto Rahardjo disebut sebagai penerapan hukum progresif. Salah satu aksi progresifitas hukum yaitu berusaha keluar dari belenggu hukum yang bersifat legalistik-positifistik. Dengan pendekatan yuridis-sosiologis diharapkan selain memulihkan hukum dari keterpurukan, pendekatan yuridis-sosiologis diyakini mampu menghadirkan keadilan hukum yang lebih substantif.


*Penulis adalah anggota Div. PPA PC LPBHNU Kabupaten Situbondo.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Hukum dan Cita - Cita Keadilan Masyarakat dalam Perspektif Sosiologi Hukum

1 ABAD NU

+