Media sosial adalah sebuah aplikasi yang memungkinkan pengguna dapat membuat dan berbagi isi atau terlibat dalam jaringan sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Media sosial sering disalah tuliskan sebagai sosial media juga dapat diartikan sebagai media daring, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan, forum dan dunia virtual.
Howard P.N dan Parks M.R. (2012), mengartikan media sosial merupakan media yang memproduksi dan mengkonsumsi dalam bentuk digital individu, organisasi, maupun industri. Namun Carr dan Hayes (dalam Rebecca, 2015) juga mengartikan media sosial dalam tiga point yaitu:
1. Teknologi digital yang menekankan pada user-generated content atau interaksi.
2. Karakteristik Media.
3. Jejaring sosial seperti Facebook, twitter, instagram, dan lain-lain sebagai contoh model interaksi.
Media sosial adalah media berbasis Internet yang memungkinkan pengguna berkesempatan untuk berinteraksi dan mempresentasikan diri, baik secara seketika ataupun tertunda, dengan khalayak luas maupun tidak yang mendorong nilai dari user-generated content dan persepsi interaksi dengan orang lain.
Ada dua dampak positif dan negatif dari penggunaan media sosial. Pertama ialah dampak dampak positive ialah media sosial akan memberikan kebaikan untuk kita melalui manfaat - manfaat yang diperoleh apabila kita bijak menggunakannya. Pada masa kini didunia pendidikan sekarang banyak para pengajar yang berbagi ilmunya lewat media sosial sepeti halnya melalui chanel youtube, ini membuat kemudahan kalangan remaja terutama pelajar bisa belajar secara online untuk menambah wawasan keilmuannya yang selama disekolah belum disampaikan. Bahkan melalui media sosial bisa dijadikan sebagai sumber penghasilan, bisa sebagaimedia bisnis online atau menjual jasa melalui media sosial. Hal tersebut bisa terjadi apabila ada control dalam menggunakan media sosial sehingga dapat memberikan manfaat. Seperti contoh Adamas Belva Syah Devara Ceo Ruang Guru, memanfaatkan media sosial dengan bijak, membangun startup yang termasuk dalam kategori media sosial pendidikan. Kini sudah menjadi besar dan banyak dibutuhkan para pelajar yang susah mencari guru privat. Dan hasilnya pun banyak membuat para remaja atau pelajar yang ikut terdaftar dalam Ruang Guru berhasil dalam menggapai tujuan belajarnya.
Kedua ialah dampak negatif dari penggunaan media sosial terjadinya tindak kejehatan remaja atau dalam arti lain adalah Juvenile Delinquency. Adapun tindak kejahatan atau dengan kata lain adalah tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan seseorang terhadap orang lain sehingga mengakibatkan kerugian yang dialaminya. Tindak pidana bisa dilakukan siapa saja tanpa mengenal usia, mulai dari anak- anak hingga orang dewasa. Tentu hal ini yang membuat kita lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan sesuatu.
Paul Moedikno merumuskan Juvenile Delinquency, (Soetodjo, 2006) yaitu sebagai berikut:
1. Semua perbuatan yang dari orangorang dewasa merupakan suatu kejahatan, bagi anak-anak merupakan delinquency. Jadi semua tindakan yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, membunuh, menganiayan dan sebagainya.
2. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu yang menyebabkan keonaran dalam masyarakat, misalnya memakai calana jangki tidak sopan, mode you can see, dan sebagainya.
3. Semua perbuatan yang menunjukan kebutuhan perlinfungan bagi sosial, termasuk gelandangan, pengemis dan lain-lain.
Pada dasarnya pengertian anak nakal merupakan anak yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh perundangundangan ataupun melanggar norma-norma yang ada dan pelaku dari perbuatan tersebut adalah orang yang belum dewasa dan belum pernah kawin. Hal diatas menjadikan masalah kenalakan remaja semakin hari semakin meresahkan masyarakat dan telah menjurus pada tindakan kriminal. Hal ini dapat terjadi karena pada masa remaja, emosi seseoran masih labil, belum memiliki pegangan, dan dalam proses mencari jati diri. Seorang remaja, manusia sedang mengalami pembentukan kepribadian. Untuk itu, perlu adanya perhatian yang lebih dari orang tua agar si anak tidak terjerumus pada hal-hal yang dapat merugikan masa depannya. Kenalakan remaja pada umumnya ditandai oleh ciri sebagai berikut:
1. Adanya keinginan untuk melawan dan memberontak, seperti dalam bentuk radikalisme.
2. Adanya sikap apatis yang biasanya disertai dengan rasa kecewa terhadap kondisi masyarakat.
Bentuk kenakalan remaja antara lain pemerasan, perampokan, pencurian, penggunaan narkoba (sepeerti ganja dan putau), bahkan pembunuhan. Dari beberapa penelitian diperoleh kenyataan bahwa remaja yang terlibat dalam kenakalan seperti disebutkan di atas tidak hanya datang dari golongan bawah saja, tetapi banyak juga datang dari golongan mampu.
Perlindungan hukum bagi korban dan sanksi pidana bagi pelaku tindak kejahatan remaja. Kenakalan remaja terjadi karena ada dua faktor internal dan faktor eksternal. Juga ada dua sisi kebaikan dan keburukan ketika menggunakan media sosial. Serta media sosial akan menjadi keburukan apabila digunakan untuk hal negatif dan bahkan menimbulkan masalah yang berakibat merugikan orang lain. Seperti halnya duel antara dua pelajar disebabkan saling ejek di media sosial Facebook. Selain itu, dikalangan remaja yang paling sering terjadi adalah kasus Perundungan atau Bullying di media sosial seperti Facebook, Twitter, instagram dan lain sebagainya. Tidak bisa dianggap remeh akibat buruk dari media sosial, karena apabila didiamkan terus menerus akan mejadi perilaku yang menyimpang. Hal ini tidak mengherankan apabila bahaya yang ditimbulkan akibat media sosial sangat tinggi dikalangan remaja, maka perlu sebuah filter agar dalam bermedia sosial tidak secara signifikan langsung merubah perilaku penggunannya bahkan sampai melakukan tindak pidana.
Ditinjau dari aspek hukum bahwa yang menjadi pelaku kejahatan akibat dari media sosial akan dikenakan sanksi pidana. Tindak kejahatan akibat media sosial melalui facebook misalnya, seseorang dapat melakukan tindak pidana karena terprovokasi oleh status yang ada di media sosial tersebut sehingga menimbulkan perselisihan yang berunjung perkelahian, penganiayaan, hingga pembunuhan. Dalam hal ini apabila yang menjadi pelaku masih dibawah umur atau remaja dapat dikenakan pidana. Akan tetapi dalam pemberian sanksi pidana tidak sama dengan yang lain, karena pelaku tindak kejahatan remaja berusia masih dibawah umur jadi yang berlaku adalah UndangUndang Anak Dalam KUHP sudah diatur beberapa Pasal berkaitan tindak pidana kejahatan seperti Pasal 310 tentang pencemaran nama baik, Sudah sangat jelas bahwa pencemaran nama baik di media sosial dapat dijerat hukuman pidana.
Akibat dari pencemaran nama baik bisa berakibat tindak kejahatan lain, seperti halnya kekerasan. Sudah diatur dalam Pasal 351 tentang Penganiayaan, bahkan bisa sampai terjadi pembunuhan yang sudah diatur dalam Pasal 338 tentang Pembunuhan. (Moeljatno, 2009) Seperti yang sudah dijelaskan bahwa Juvenile Deliquency adalah kenakalan remaja atau yang masih berusia anak apabila melakukan tindak pidana maka yang mengatur adalah UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang SPPA menyebutkan dalam Pasal 20:
“Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Anak sebelum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah Anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, Anak tetap diajukan ke sidang anak”
Dan untuk korban tindak kejahatan yang dilakukan olek remaja mendapat perlindungan selama proses pidana berlangsung dengan diaturnya dala UU No. 35 Tahun 2014 yaitu: upaya rehabilitasi (pemulihan) baik dalam lembaga maupun di luar lembaga, upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi, pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial, dan, pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara yang telah menjadikannya sebagai korban penganiayaan.
Selain dijatuhi Hukuman Pidana yang mengatur mengatur tentang media sosial juga ada UU No. 19 Tahun 2016 tentang tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam UU No. 19 Tahun 2016 tentang tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). perihal perbuatan yang dilarang telah dijelaskan dalam Pasal 27:
1. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
2. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
3. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28:
1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Selanjutnya dalam Ketentuan Pidana Pasal 45:
1. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
3. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
4. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 45A
1. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 45B
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)
Dari itu semua bahwa setiap perilaku kejahatan akan mendapatkan sanksi pidana mulai dari anak-anak hingga dewasa. Adapun remaja yang melakukan kejahatan akibat atas sebab dari penyalahgunaan media sosial juga terkena sanksi pidana. Harus adanya penyampaian mengenai bahaya dalam menggunakan media sosial yang tidak baik. Karena ini tentu juga akan membuat rugi orangtua itu sendiri. Untuk mengantisipasi tindak kejahatan remaja perlu dilakukan pengawasan dan pendampingan terhadap remaja dengan merubah pola asuh yang baik dari orangtua.
DAFTAR PUSTAKA
Maryati, Kun & Suryawati, Juju.2006. Sosiologi, Jakarta: Esis.
Moeljatno. 2009. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Jakarta: PT Bumi Aksara.
Soetodjo, Wagiati. 2006. Hukum Pidana Anak, Bandung: Reflika Aditama.
UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
UU No. 19 Tahun 2016 tentang tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).